Belajar tentang ilmu persona finance dewasa ini snagat dimudahkan dengan adanya fasilitas seperti sosial media, bagaimana tidak, semenjak pandemi dua tahun silam kita benar – benar sangat disadarkan bahwa nengatur dan mengelola keuangan pribadi maupun keluarga ternyata sangat penting, tidak hanya untuk bisa survive hidup hari demi hari namun juga untuk tujuan – tujuan masa depan pribadi dan keluarga kita.
Dengan semakin terbukanya
informasi dan semakin banyaknya konten dan influencer yang mengangkat tema
finance ini tentu sangatlah rugi bila kita tidak bisa mengambil semua manfaat
nya, namun jangan salah, di antara semua konten – konten itu, tidak semuanya
juga harus kita telan mentah – mentah ya, semua harus diukur sesuai kondisi dan
kemampuan finansial kita masing – masing.
Salah satu yang paling
menggelitik adalah mulai menjamur nya konten – konten finansial yang
menunjukkan secara personal bagaimana cara mengatur uang lengkap dengan
informasi pendapatan maupun detail cara mengatur nya, bahkan para influencer
ini juga tidak sungkan menyebut angka secara blak – blak an di depan kamera. Di
sisi lain kita merasa sangat terbantu sekali dengan konten yang disajikan karena benar – benar real dan angka nya nyata, namu pernahkah kita sedikit
mengkritisi apakah benar – benar real seperti itu praktek nya di lapangan ataukah hanya sekedar “konten” belaka yang membuat seolah – olah sangat aplicable dan bisa ditiru oleh semua orang. Sayang nya
mungkin cara seperti ini berhasil di awal namun tetap kita akan kembali kepada
pola – pola dan cara – cara lama kita karena yang sebenarnya sedang kita tiru
adalah cara praktis atau lebih keren nya disebut lifehack, bukan menyelami inti
masalah keuangan pribadi kita masing – masing.
Personal finance, namanya juga personal,
ya sudah pasti sifatnya sangat pribadi dan berbeda satu orang dengan orang yang
lain. Meskipun kita sama – sama mempunyai pendapatan bulanan dengan nominal
yang sama, bukan berarti cara mengelola dan mengaturnya juga bisa disamaratakan
karena kebutuhan dan keinginan serta background dan kondisi hidup setiap orang
berbeda – beda, itulah mengapa kita tidak perlu terlalu strict dan taat garis
keras mengikuti saran – saran dan cara – cara dari influencer finansial karena
kondisi kita berbeda dengan mereka, yang patut kita jadikan pedoman dan
aplikasikan sebenarnya bukan cara – cara praktis nya dan berapa persen atau
nominal pembagian angka nya, melainkan prinsip dasar dari ilmu personal finance
itu sendiri, ruh dari ilmu nya itu sehingga penerapan nya bisa kita sesuaikan dan
adjust sesuai dengan kondisi kita saat ini. Tidak ada yang namanya
salah benar dalam hal ini, yang salah adalah saat kita tidak
mau belajar dan menerapkan ilmu finansial itu untuk hidup yang lebih baik.
Beberapa fenomena yang terjadi di
dunia sosial media juga membuat kita berpikir, dengan mereka menyebutkan jumlah
pendapatan dan juga cara mereka mengatur dengan detail seperti itu apakah
mereka tidak merasa privasi nya terusik
ya, namun ya kembali lagi kita tidak benar – benar tahu apakah itu
memang real ataukah hanya sekedar contoh studi kasus untuk memudahkan proses
transfer ilmu, tidak ada yang tahu. Namun, kita boleh berbaik sangka bahwa
itu semua dilakukan untuk tujuan mengedukasi, yang paling penting sebenarnya
bukan influencer nya dan apa yang mereka sampaikan, tapi kita nya sebagai
penonton dan konsumen konten yang harus pintar – pintar menelaah semua
informasi yang tersedia di internet yang rasa – rasanya sudah tidak bisa
terkendali lagi banyak dan ragam nya.
Kembali ke persoalan personal
finance, setelah kita disuguhi dengan beraneka ragam fenomena flexing, baik
yang frontal maupun flexing yang berkedok memotivasi, dari sini kita menjadi semakin jeli dan bisa memilah – milah mana yang memang kredibel dan mana
yang tidak. Fenomena flexing mungkin akan terus ada sampai kapan pun hanya saja
cara atau metode nya saja yang berbeda – beda. Lalu, apa sih sebenarnya yang
mau dicapai dengan memertontonkan pencapaian goal personal finance kita, apakah
benar untuk memberikan motivasi kepada orang lain, hmm tapi sepertinya terlalu naïf
juga kalau dipikir – pikir. Personal finance itu kan sifatnya personal, bila kita
amati lebih lanjut lagi, yang berkoar – koar dan heboh di sosial media
biasanya bukan yang sudah berada di level wealth, karena orang – orang yang wealth
mereka akan diam saja, tidak banyak basa –
basi dan heboh seperti yang sedang ramai sekarang. Orang yang sudah
berada di level wealth sudah tidak membutuhkan apresiasi dan pengakuan orang
lain atas pencapaian dan apa yang sudah mereka lakukan karena mereka melakukan semuanya untuk tujuan hidupnya sendiri bukan untuk meng impress orang lain. Sedangkan
orang yang masih berada di kategori rich, biasanya akan cenderung suka mempertontonkan
pencapaian nya dalam segi finansial sehingga akan terkesan bahwa dia adalah
role model yang patut dicontoh dan memang golongan ini akan lebih berapi – api dan
heboh bila membahas masalah yang berkaitan dengan cuan cuan dan cuan. Wealth
dan rich keduanya sama – sama mempunyai uang dan kekayaan namun mereka jauh
berbeda dalam memahami makna uang dan kekayaan itu sendiri. Orang yang wealth,
mereka tahu saat nya untuk berkata cukup, terlepas dari berapapun nominal
kekayaan nya, sedangkan orang yang rich mereka akan terus mengejar apapun
selama bisa menghasilkan cuan. Orang yang berada di level wealth mereka tidak
berarti menganggap uang tidak penting, mereka sangat menganggap uang penting
dan menghargai uang maupun kekayaan namun mereka tetap tenang dan biasa saja
sama seperti orang pada umumnya , intinya mereka tahu apa yang mereka mau,
mereka tahu tujuan finansial mereka apa, dan saat sedang berproses ataupun
sudah tercapai semua tujuan nya mereka tidak akan merubah gaya hidup dan
menjalani hidup seperti orang kebanyakan. Itulah mengapa banyak kita jumpai orang
yang super kaya justru mereka tersembuti, hidup sederhana dan biasa saja sedangkan orang yang rich akan senang untuk tampil wah dan mendaptkan pujian serta penghargaan atas apa yang dia miliki. Semoga kita semua bisa menjadi
orang yang wealth ya dengan berapapun kekayaan kita.