Dalam menjalani hubungan dnegan orang terkasih tentu tidak selamanya berjalan mulus, terkadang ada saja kerikil – kerikil kecil yang membuat ketegangan di antara kedua belah pihak, baik bagi yang masih berpacaran apalagi yang sudah menikah, tentu berbeda level konflik nya. Bila ada pepatah yang mengataka bahwa cinta itu harus dipupuk dan dirawat, ternyata itu memang bukan omong kosong belaka, mungkin bila kita ingat saat awal – awal menjalin hubungan ataupun dalam pernikahan, semua terasa sangat indah dan sempurna, seolah – olah kita berdua bersama pasangan adalah satu hati dalam dua raga, semua terasa mudah dan sejalan, impian – impian dan tujuan terasa nyata di depan mata, namun seiring berjalan nya waktu ternyata itu semua bisa saja pudar loh bila kita tidak menyadarinya, waktu memang penguji hubungan yang sebenarnya ya.
Dalam sebuah penelitian tentang
cinta romantis dikatakan bahwa cinta yang menggebu – gebu (sexual attraction) dan
ketertarikan secara fisik antara pria dan wanita hanya bertahan selama hitungan
bulan saja, selanjutnya bukan lagi sexual attraction yang mengambil peran,
melainkan kualitas persahabatan diantara kedua pasangan. Memang betul ya kalau
diingat – ingat, awal – awal menikah atau berpacaran dulu rasanya seperti jatuh
cinta terus setiap hari, namun lama – lama rasa itu juga akan berubah dan kita
menjadi lebih rasional dalam menjalin hubungan, kita mulai melihat hak dan kewajiban
dalam suatu hubungan, bahkan kita mulai menuntut dan berharap kepada pasangan
kita dengan tujuan agar hubungan kita tetap harmonis dan tidak menjadi toxic relationship.
Konflik dalam hubungan itu wajar
Tidak ada hubungan percintaan
yang tidak ada konflik di dalam nya karena menyatukan dua manusia dengan jenis
dan kepribadian yang berbeda itu tidak pernah mudah. Kita seringkali bias saat
bertemu dengan seseorang dan setelah beberapa waktu menjalin hubungan lantas menganggap
he or she’s the one karena kita “merasa” banyak kesamaan, padahal kenyataan nya
tidak pernah ada seseorang pun yang sama persis di dunia ini, maka dari itulah
saat melewati periode waktu tertentu dalam menjalin hubungan atau dalam
pernikahan maka konflik – konflik kecil akan mulai bermunculan, tidak lain
tidak bukan ya karena perbedaan – perbedaan diantara kedua pasangan yang mejadi
penyulut nya.
Menerima konflik dengan lapang
dada
Lantas apa yang harus dilakukan
saat kita memasuki periode muncul nya konflik saat berpasangan ? salah satunya yang bisa kita lakukan
adalah menerima bahwa it’s oke bila terjadi konflik, itu menandakan bahwa
hubungan kita nyata, bahwa kita tidak hidup dalam angan – angan seperti cerita - cerita di flm romantis. Sepandai – pandai nya kita menjaga agar konflik tidak pecah maka
suatu saat pasti akan pecah juga, tinggal bagaimana cara kita handling konflik
tersebut dengan pasangan. Dengan menerima bahwa kita sedang berkonflik maka akan
mendorong kita untuk berpikir ulang tentang apa yang sebenarnya terjadi, membuat kita
harus dan mau tidak mau untuk merenung dan berpikir serta mencari jalan keluar
terhadap konflik yang sedang dihadapi. Bukankah manusia terkadang memang harus dipaksa
belajar dan bertumbuh dari sebuah masalah
?
Menyelesaikan konflik secara
elegan
Saat konflik sudah tidak bisa
dihindari dan boom pecah saat itu juga, pasti emosi kita akan bercampur aduk
antara marah, menyesal, bingung, dan berbagai macam emosi yang sayangnya
bersifat negatif yang menyelimuti kita. Saat terjadi konflik pastikan kita
mengambil alih kesadaran diri kita sendiri dan berusaha membuat emosi kita
tenang dengan cara memberi jarak kepada pasangan untuk melakukan introspeksi. Mengambil
jarak dan berpikir sejenak ini akan membuat diri kita lebih kondusif dalam
menetralisir emosi – emosi negatif pasca konflik. Dalam hal ini kedewasaan dan
kemampuan menerima bahwa kita juga tidak seratus persen benar juga diperlukan karena
biasanya saat emosi masing – masing pasangan akan bersikukuh bahwa mereka
berdua sama – sama di posisi yang benar, yang mana ego sangat berperan di sini.
Dalam cinta yang dewasa, kita akan belajar bahwasanya kita juga tidak selamanya
benar meskipun kita terlihat benar atau pada kenyataan nya memang kita benar,
dengan menyadari dan mengakui bahwa ada peran andil kita juga dalam terjadinya
konflik, sehingga akan membuat kita dan pasangan sama – sama legowo dalam mengakui
kesalahan, perkara siapa yang minta maaf duluan nantinya menjadi bukan masalah
lagi karena sebenarnya yang kita perjuangkan di sini adalah masa depan jangka
panjang hubungan kita dengan pasangan, bukan mencari penghakiman dan pembenaran
siapa yang salah dan siapa yang menjadi korban selama batasan konflik nya bukan
berada di ranah – ranah prinsipil atau yang menyalahi aturan yang sudah
disepakati di awal tentunya.