Seiring betambahnya usia dan pengalaman yang banyak dilalui dalam hidup, saya menemukan satu titik di mana ternyata, apa yang kita lakukan dari pagi sampai malam, dari kecil sampai dewasa, semua tidak lepas dari kegiatan konsumsi.
Tapi bukannya memang sebagai
makluk hidup kita butuh mengkonsumsi ? makanan, minuman misalnya ? betul,
memang tidak ada yang salah dengan konsumsi karena itu juga bagian untuk
menunjang kehidupan kita, namun bagaimana jadinya bila kita tidak bisa
membedakan mana yang butuh kita konsumsi dan mana yang sekedar ingin kita
konsumsi? kita tidak berbicara konsumsi hanya sebatas makanan dan minuman saja,
namun juga hal – hal yang bersifat material lainnya.
Konsumsi dan kapitalisme adalah
dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena konsumsi menjadi bahan bakar mesin
kapitalisme dan sebaliknya kapitalisme membujuk orang untuk terus mengkonsumsi
sebanyak – banyaknya untuk menjaga sistem tetap berjalan. Mungkin saat masih polos
dulu, kita tidak terlalu ngeh tentang hal – hal yang mendasar seperti ini,
konsep konsumsi, kapitalisme, hanya sekedar teori dan materi pembelajaran di
bangku sekolah dan hanya berlaku tekstual saja hingga kita beranjak dewasa dan
saya prbadi dalam hidup sedikit banyak mulai bisa memahami bagaimana dunia ini
bekerja.
Saya mulai menyadari bahwa
ternyata perilaku konsumsi in the long term akan mempengaruhi banyak hal, mulai
dari sisi mental kita, lingkungan maupun finansial. Itulah mengapa beberapa
tahun terakhir ini saya tertarik dengan konsep hidup minimalis, apa dampak
konsumsi berlebihan dan mulai mencoba untuk lebih menyederhanakan hidup.
Mungkin kita sering mendengar
istilah buy what you need, not what you want, butuh dan ingin memang berbeda,
namun kenyataan nya kita semua kadang sering terjebak diantara keduanya. Hal ini
makin terasa berat karena setiap saat kita di bombardir dengan banyaknya iklan
– iklan yang berseliweran di layar hp kita. Ya memang begitulah sistem yang
bekerja, kita tidak cukup membeli dan mengkonsumsi apa yang kita butuhkan saja,
namun kita akan selalu didorong untuk memenuhi keinginan kita, yang mana kita
semua tahu keinginan manusia tidak ada batasnya. Inilah yang menjadi filosofi
kapitalisme, karena keinginan manusia tidak terbatas maka supply untuk memenuhi
keinginan itu juga tidak ada batasnya. Hal inilah yang nantinya akan menjadi
boomerang, menyebabkan kita menumpuk lebih banyak sampah, membuang lebih banyak
makanan, memboroskan lebih banyak uang dan merusak kehidupan di planet ini.
Mengetahui kapan cukup adalah
salah satu cara untuk mengendalikan kebiasaan konsumsi berlebihan yang bisa
berdampak fatal dalam jangka panjang. Hal ini juga berkaitan erat dengan kemampuan
membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kita memang hidup dalam system yang
sudah berjalan puluhan bahkan ratusan tahun. Produsen akan terus memproduksi
barang untuk menjaga growth dan mencetak profit, maka dari itu mereka membutuhkan
kita untuk mengkonsumsi karena growth berbanding lurus dengan jumlah produksi.
Dari situlah saya mulai berpikir
bahwa ternyata kunci perubahan itu sebenarnya bukan dari para petinggi,
pemerintah maupun tokoh – tokoh terkenal, ya mereka juga bisa saja memberikan
pengaruhnya, namun di sini kekuatan terbesar itu sebenarnya ada pada diri kita
sendiri, kita sebagai konsumen, kita sebagai orang yang melakukan konsumsi. Dengan
mengkonsumsi secara sadar dan bertanggung jawab, secara tidak langsung kita
juga turut menekan dan memperlambat kerusakan – kerusakan dalam jangka panjang,
bayangkan bila tidak hanya satu dua orang yang melakukan nya, perubahan besar
apa yang akan kita lihat di masa depan ?
Berawal dari kesadaran ini, saya
mulai belajar dan sedikit banyak menerapkan mindfull consumption, lebih sadar dengan apa yang saya beli dan apa yang saya konsumsi, tidak melulu
mengikuti trend dan kenginan karena saya ingin menjadi manusia merdeka, merdeka
dari jerat – jerat konsumerisme akut yang sedang mewabah.