SeCrP7dtUL2aVHC9BPTmzy7YOro5ys5FuFCiiVVo

Tren Undercomsumption untuk Mengurangi Konsumtif Berlebihan


Kalau kamu sudah membaca artikel menantang konsumerisme, mungkin topik yang akan aku bahas di sini sangat relate, kalau belum, silahkan baca dulu di sini ya.

Okey, dunia ini ternyata tidak seindah yang kita bayangkan saat masih duduk di bangku sekolah. Beranjak dewasa, ternyata dunia tidak berjalan begitu saja, ada sistem besar yang bernama kapitalisme yang menjadi mesin penggerak roda kehidupan manusia di bumi ini. Kapitalisme mungkin sudah tidak asing di telinga kita ya, salah satu bentuk nyata dari sistem ini adalah dengan berdiri megahnya para korporasi raksasa yang berorientasi profit. Ya, salah satu core kapitalisme adalah profit, perusahaan di jalankan dengan tujuan utama meningkatkan profit, well kita bisa berdalih perusaaan korporasi besar didirikan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan manusia karena bisa menyerap tenaga kerja, setuju, namun di sinilah lingkaran setan nya tidak akan pernah berhenti, di sinilah sistem yang diciptakan akan otomatis berjalan, looping sedemikian rupa dan menjerat manusia dengan dalih konsumsi.

Mindset yang keliru tentang konsumsi

Korporasi besar didirikan untuk menjawab masalah dan kebutuhan  manusia, pada awalnya, namun semakin ke sini kenyataan nya tidak seperti itu. Kapitalisme mencoba memecahkan masalah bahwa supply itu terbatas sedangkan demand atau keinginan manusia itu TIDAK terbatas, oke, ingat ya kawan TIDAK TERBATAS. Mungkin dari sini saja kita bisa menggarisbawahi bahwa mindset untuk membenarkan dan mengamini bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas adalah sumber dari masalah yang ditimbulkan sistem ini yang berakhir pada konsumerisme tanpa batas.

Lantas apakah tidak boleh kita melakukan kegiatan konsumsi ? tentu boleh dan harus dong karena kita perlu makan, minum, tempat tinggal, berpakaian, namun, di sinilah kita harus aware dengan kebiasaan konsumtif kita, di luar kebutuhan dasar, coba tanyakan lagi apakah kita benar – benar memerlukan nya ? atau jangan – jangan sebenarnynya kita sudah punya dan hanya ingin menambah lebih dan lebih.

Pembahasan mengenai dampak konsumerisme berlebihan dan dampaknya terhadap lingkungan sudah sangat sering kita lihat, namun apa yang membuat manusia tetap saja menginginkan lebih dan lebih ? kembali ke frasa pembenaran bahwa keinginan manusia tidak ada batasnya tadi, karena seharusnya solusi yang bisa kita ajukan dan gaungkan haruslah yang menyasar pada inti masalah, pada fundamental nya, yakni mindset dan believe bahwa keinginan manusia yang tidak terbatas di framing seolah HARUS selalu dipenuhi. Memang betul keinginan manusia tidak terbatas, namun kita juga punya mekanisme yang namanya SELF CONTROL atau KONTROL DIRI untuk menjaga pola konsumsi kita tetap di batas ambang wajar. Ini yang sering dilupakan bahkan tidak pernah di glorifikasi di sosial media.

Akhirnya muncul juga lawan dari tren konsumtif

Namun, akhir – akhir ini saya cukup senang bahwa di platform sosial media mulai muncul banyak gerakan deinfluencing dan tren undeconsumption, sebuah tren yang menjadi antidote dari tren konsumtif seperti haul, belanja, dan promosi – promosi para influencer dengan gaya hidup yang wah  yang secara tidak sadar membuat kita merasa jauh tertinggal, merasa kurang update, merasa tidak engage dengan gaya hidup dan cara hidup kekinian jika tidak ikut atau membeli barang seperti yang para influencer lakukan.

Influencer sekarang lebih tepat bila disebut ujung tombak marketing, again kembali lagi ke kapitalisme, dimana tuntutan profit harus diimbangi dengan produksi barnag yang massive, tidak peduli orang butuh atau tidak barang ini, yang penting sales harus jalan dan terus bertumbuh. Sayangnya, kita sebagai konsumen, kita sebagai rakyat biasa terlalu mudah dipersuasif untuk kembali masuk ke jerat yang sama berkali – kali, duh.

Coba deh lihat tren underconsumption, bagiku ini cukup menjadi angin segar untuk meningkatkan awareness kita terhadap pola hidup konsumtif, membeli barang karena suka, karena lucu, karena keren, karena seolah kita butuh padahal tidak. Mungkin tren ini juga sedang gencar karena faktor ekonomi yang juga tidak menentu, dimana mencari pekerjaan susah, banyak phk, dan ketidak pastian ekonomi yang sedang melanda global sehingga masyarakat mulai merubah pola pikir menjadi lebih aware akan pengeluaran dan pembelanjaan yang tidak penting. 

Cara menerapkan prinsip dalam tren underconsumption

Pada dasarnya tren ini sama saja dengan mengedepankan kebutuhan daripada keinginan dan mengobtrol impuksive buying yang biasanya memang agak sulit untuk diredam, apalagi kalau sudah scroll e-commerce untuk mengisi waktu luang, hehe. Salah satu contoh penerapan underconsumption ini diantaranya adalah membeli produk sesuai fungsi dan tidak menumpuk atau membeli produk serupa lebih dari yang dibutuhkan. Mengkonsumsi produk sampai habis baru membeli kembali, bukan nya baru dipakai sekali dua kali trus tergoda merek sebelah, hehe. Mencoba memperbaiki barang yang rusak alih - alih langsung checkout keranjang toko online untuk mencari penggantinya. Menggunakan barang lama atau pemberian dari keluarga yang masih layak daripada membeli yang baru dan banyak lagi ide kreatif lainya yang bisa kita kembangkan supaya kita tidak mudah mengeluarkan uang untuk hal - hal yang bisa ditunda atau dicari alternatif nya.

Harapan nya sih semoga tren ini tidak sekedar menjadi tren yang viral sekejap lantas hilang dan berujung kembali ditinggalkan. Harapan nya meskipun nanti ekonomi sudah kembali pulih, kita tetap bisa menjaga kewarasan dalam melakukan kegiatan konsumsi agar tidak terjerat lingkaran setan konsumerisme karena kapitalisme tidak bisa dilawan sendiri – sendiri, harus ada kesadaran kolektif dari setiap individu yang mana jika dilakukan bersama – sama tentu hal ini akan memberi dampak dan mengurangi kerusakan yang sudah terlanjur terjadi di tempat kita tinggal bersama, bumi kita.


Related Posts
Ashana Umi Fitria
Seorang Ibu, wanita, teman dan partner yang selalu ingin membuka hati dan pikiran untuk belajar tentang hidup. Email : simpelmommy@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar

Popular